MELIHAT PESAN MAHKAMAH KONSTITUSI: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS” DALAM PUTUSAN MK NOMOR 63/PUU-XVI/2018

source: Google
Oleh: I Nengah Maliarta, S.H.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakarta Pusat) tanggal 25 Februari 2016 lalu telah memutus permohonan pembubaran PT. Artha Komoditi & Energi Services (PT AKES) dengan nomor penetapan 176/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Pst. yang dimohonkan oleh salah satu pemegang saham PT AKES. Adapun permohonan a quo diajukan dengan alasan bahwa PT AKES sudah tidak mungkin untuk dilanjutkan karena sudah tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun lebih.

Permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) jo Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyebutkan:

Pasal 146
(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
c.  permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
Penjelasan
Huruf c
Yang dimaksud dengan “alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”, antara lain:
a.  Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;

Dalam penetapannya permohonan a quo dinyatakan tidak diterima oleh PN Jakarta Pusat dengan pertimbangan walaupun Perseroan tersebut sudah tidak aktif selama 3 (tiga) tahun atau lebih, akan tetapi ada syarat lain yang tidak terpenuhi, yaitu bahwa pihak yang berhak memberitahukan tentang ketidakaktifan Perseroan a quo adalah Direksi, in casu pemberitahuan hanya dilakukan oleh pemegang saham sendiri, maka permohonan pembubaran PT AKES tersebut dinilai sebagai permohonan yang tergesa-gesa (premature). Pemberitahuan tentang aktif tidaknya suatu Perseroan merupakan bagian dari pengurusan Perseroan itu sendiri, sehingga dengan berpegang pada Pasal 1 angka (5) jo Pasal 92 ayat (1) jo Pasal 98 ayat (1) UUPT, maka harus dilakukan oleh Direksi dan bukan dilakukan oleh pemegang saham.

Penetapan PN Jakarta Pusat tersebut kemudian diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1618 K/Pdt/2016, yang menyatakan: “Bahwa salah satu syarat permohonan pembubaran Perseroan Terbatas adalah memberitahukan kepada instansi pajak tentang perusahaan sudah non aktif selama 3 (tiga) tahun atau lebih yang harus dilakukan oleh Direksi, sedangkan dalam perkara a quo pemberitahuan tentang ketidakaktifan Perseroan Terbatas (PT) hanya dilakukan oleh pemegang saham sendiri, maka permohonan pembubaran Perseroan Terbatas (PT) tersebut masih prematur

Berangkat dari penetapan PN Jakarta Pusat sebagaimana telah dikuatkan oleh Putusan MA tersebut di atas, Pemohon bersama 2 (dua) Pemohon lainnya mengajukan permohonan uji materi (judicial review) Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) UUPT terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menurut para Pemohon telah merugikan dan/atau mengancam hak konstitusional para Pemohon, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Bahwa menurut Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “negara Indonesia adalah negara hukum” dan menurut Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
2. Pasal 146 ayat (1) huruf (c) UUPT sebagai norma hukum telah menjamin adanya kepastian hukum terkait dengan hak dari pemohon selaku salah satu pemegang saham PT AKES untuk mengajukan permohonan pembubaran PT AKES berdasarkan alasan bahwa perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. Meskipun demikian, norma yang dimuat dalam Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c pada butir a UUPT telah menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap norma yang sudah bersifat pasti dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c UU PT tersebut.
3.  Ketidakpastian hukum yang dimaksudkan oleh Pemohon adalah dalam hal suatu perseroan yang tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) pada butir (a) UUPT tidak memberikan kepastian mengenai pihak mana yang berhak untuk membuktikan kenonaktifan tersebut dengan menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak; apakah hak itu hanya diberikan kepada satu pihak saja ataukah juga diberikan kepada semua pihak yang disebut dalam Pasal 146 ayat (1) huruf (c) UUPT, yaitu pemegang saham, Direksi dan Dewan Komisaris.
4.  Di samping tidak memiliki kepastian hukum, Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) UUPT juga bertentangan dengan substansi dan norma yang terkandung dalam redaksi pasalnya karena berpotensi hanya memberikan keuntungan atau hak kepada satu pihak saja untuk membubarkan perseroan berdasarkan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) pada butir (a) UUPT.

Permohonan judicial review a quo telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2019 dengan putusan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, berikut adalah ulasannya.

Argumentasi para Pemohon yang berpendapat penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) UUPT, khususnya berkenaan dengan siapa yang berhak menyampaikan surat pemberitahuan ke kantor pajak berkaitan dengan perseroan tidak melakukan kegiatan usaha selama 3 (tiga) tahun, menurut Mahkamah, perlu dipahami bahwa permohonan pembubaran perseroan yang dapat diajukan oleh pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris sesungguhnya merupakan persyaratan formil perihal siapa yang dapat menjadi subyek hukum untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan di pengadilan negeri yang dalam hal ini dibatasi oleh ketentuan norma Pasal 146 ayat (1) huruf (c) UUPT. Persyaratan formil tersebut secara absolut harus dilengkapi dengan persyaratan yang bersifat materiil, yaitu alasan-alasan yang dijadikan dasar permohonan pembubaran perseroan pada pengadilan negeri.

Syarat formil maupun materiil tersebut hanya dapat dipenuhi apabila secara faktual dan prosedural memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan ini secara formil yang dapat menjadi subjek hukum adalah sebagaimana pihak yang memenuhi ketentuan Pasal 146 ayat (1) huruf (a), huruf (b), dan huruf (c) UUPT, sedangkan syarat materiilnya adalah alasan-alasan yang melekat pada masing-masing subjek hukumnya tersebut, in casu adalah karena perseroan tidak mungkin dapat dilanjutkan.

Berkaitan dengan kewenangan dan fungsi organ Peseroan yang dapat bertindak untuk dan atas nama Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, khususnya yang berkaitan erat dengan kelengkapan syarat untuk mengajukan permohonan pembubaran Perseroan pada pengadilan negeri. Pasal 1 angka (5) UUPT telah jelas menyatakan, “Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.” Oleh karena itu, jelas bahwa tidak ada organ lain dari perseroan yang dapat bertindak sebagai subjek hukum yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan selain Direksi.

Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) UUPT sebenarnya menjelaskan norma Pasal 146 ayat (1) huruf (c) UUPT bukan kemudian menghilangkan hak pemegang saham dan Dewan Komisaris untuk mengajukan permohonan pembubaran Perseroan pada pengadilan negeri. Bahwa menurut UUPT Direksi yang harus menyampaikan surat pemberitahuan bahwa perseroan tidak aktif (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih kepada instansi pajak seharusnya tidak menjadi penghalang bagi pemegang saham dan Dewan Komisaris untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan pada pengadilan negeri. Sebab banyak cara yang dapat dipergunakan oleh pemegang saham atau Dewan Komisaris sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang seperti meminta Direksi memenuhi kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan dimaksud, baik dengan menggunakan mekanisme RUPS yang dimiliki para pemegang saham maupun mekanisme pengawasan yang dimiliki Dewan Komisaris.

Selain itu, menurut Mahkamah ada hal lain yang lebih prinsip bahwa pemberian kewenangan kepada Direksi untuk menyampaikan pemberitahuan pada instansi pajak dalam hal Perseroan tidak aktif (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih pada dasarnya adalah memberikan jaminan perlindungan terhadap kepentingan Perseroan baik secara internal maupun secara eksternal yang sangat berkaitan dengan kelangsungan hidup dari perseroan yang bersangkutan.

Sebab hal yang demikian menyangkut reputasi dan kepercayaan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap jalannya perseroan, khususnya perlindungan terhadap para karyawan, pemegang saham, dan para kreditur (apabila ada). Di samping itu pemberian kewenangan kepada Direksi untuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak di satu pihak adalah dalam konteks memperkuat prinsip-prinsip Perseroan dan di pihak lain tidak membuka adanya ruang kepada pihak yang akan mempergunakan kesempatan untuk memenuhi kepentingan pribadinya yang dapat merugikan Perseroan, dengan cara mengajukan permohonan pembubaran perseroan pada pengadilan negeri tanpa melakukan koordinasi secara internal terlebih dahulu.

Misalnya antar organ perseroan yang tidak memiliki soliditas kemudian mengakibatkan organ perseroan yang satu dengan yang lainnya saling menempuh jalannya masing-masing untuk mengambil tindakan demi kepentingannya sendiri yang salah satunya adalah mengajukan permohonan pembubaran perseroan pada pengadilan negeri namun malah merugikan kepentingan Perseroan. Hal itulah sesungguhnya jawaban dari semangat Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) UUPT, tidak lain hanyalah semata-mata memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh stakeholder yang berkepentingan dengan Perseroan yang bersangkutan.

Oleh karena itulah semangat dari Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf (c) butir (a) UUPT tersebut adalah memberi pesan hati-hati dan dapat dijadikan sebagai instrumen yang berfungsi menyaring agar permohonan pembubaran perseroan pada pengadilan negeri tidak berdampak pada dirugikannya seluruh stakeholder yang berkepentingan terhadap perseroan yang dimohonkan pembubaran oleh salah satu organ perseroan tersebut, bukan menghilangkan hak pemegang saham dan Dewan Komisaris untuk mengajukan permohonan pembubaran Perseroan pada pengadilan negeri.

Komentar